Review Novel The Da Vinci Code


Assalamualaikum. Leonardo da Vinci dan kode rahasianya mungkin sudah tidak asing bagi readers sekalian, terutama semenjak diproduksinya novel dan film berjudul The Da Vinci Code.

Novel ini sudah sangat aku inginkan sejak dulu. Namun aku terbentur larangan Papaku. Pertama karena beliau takut nanti aku yang muslim tersesat, sementara aku yang dulu hobi menggambar ini tertarik karena faktor Leonardo da Vinci dan Monalisa-nya.

Novel detektif bergenre thriller karya Dan Brown ini seru banget. Ceritanya pun ternyata tidak seberat yang aku bayangkan. Pada awal cerita, kita sudah diseret untuk membaca kisah Robert Langdon, seorang simbolog yang didatangi oleh polisi karena Jaques Sauniere--seseorang kurator yang akan ditemuinya esok hari--ditemukan terbunuh di Musium Louvre.

Sebelum meninggal, Sauniere sempat menuliskan pesan rahasia, dan dia menggambar simbol-simbol lalu memposisikan dirinya seperti The Virtuvian Man. Celakanya, pesan itu disalah artikan oleh polisi. Mereka diam-diam mengira bahwa Langdon adalah sang pembunuh.

Untungnya Sophie Neveu, seorang kriptografer kepolisian yang tak lain adalah cucu Sauniere, menyelamatkan Langdon dari perangkap polisi. Ia menangkap maksud sebenarnya dari kode rahasia Sauniere yang sama sekali tak berarti Langdon adalah pembunuhnya.

Akhirnya Langdon dan Sophie melarikan diri dari musium, dan kejar-kejaran dengan polisi di sepanjang negeri Perancis sambil memecahkan arti tersembunyi dibalik pesan yang ternyata serumit Kode Da Vinci.

Sejak awal dari Bab kedua, aku sudah terikat dan terus membaca. Rasanya seperti jadi anak bayi yang duduk terbengong-bengong saking seriusnya menonton kartun, hingga tanpa sadar kita juga sedang disuapi sayur-sayuran yang biasanya kita benci dan tolak. 

Keseruan jalan cerita novel ini dibalut dengan pengetahuan, sejarah, dan konspirasi yang kental banget. Namun aku yang benci pelajaran sejarah ini bisa mencernanya dengan mudah, soalnya Dan Brown menuliskannya sesederhana mungkin. Elemen sejarah itu juga bukan sekedar setumpuk sisipan belaka, karena hampir seluruhnya sangat berkaitan dengan misteri yang sedang di pecahkan oleh Langdon.

Buku ini recommended banget buat penyuka teori konspirasi, karena disini banyak sekali bahasan mengenai Biarawan Sion, Opus Dei, hingga Ksatria Templar (musuh besar Assassin's Creed). Namun, aku sangat tidak merekomendasikannya kepada readers nasrani, soalnya keseluruhan isi buku ini bertujuan menyerang umat kristiani, dan melecehkan Tuhannya.

Jujur, aku kecewa dengan fisik buku ini. Untuk buku yang kebangetan mahalnya, ukurannya terlalu kecil. Begitu juga ukuran hurufnya. Kertasnya pun mirip kertas buku LKS. Padahal aku baru saja mengutuk buku A Game of Thrones karena kedua masalah serupa. 

Lebih parah lagi, buku ini nggak ada ilustrasinya. Padahal lukisan-lukisan karya Da Vinci dan beberapa simbol penting sering disebut dalam cerita. Kan males kalau harus berhenti baca dan Googling gambarnya dulu. Nanti ujung-ujungnya aku khilaf belok ke Blogger atau FB dan lupa kalau lagi membaca.. *Plaak*

Baiklah, saatnya memberi nilai. Untuk segala kelebihan dan kekurangannya, aku berikan nilai 4.2/5.

Bagi readers yang berminat membelinya. Aku membeli buku ini di belbuk.com dengan harga diskon Rp.101.000 (harga asli Rp.119.000). Udah harganya mahal, nggak ada sisipan pembatas buku pula. Kalau ingin lebih murah, readers bisa cari cetakan edisi pertama.

That's it!

Selamat membaca!

Wassalamualaikum..
Bryan Suryanto Blogger

Bryan Suryanto lahir di Tulungagung, Jawa Timur, pada tanggal 27 Februari 1995 silam. Ia mengaku sebagai introvert berkepribadian INFP yang suka menggambar dan bercita-cita menjadi komikus tapi selalu gagal. Namun, dari naskah komik yang gagal itulah akhirnya ia menyadari bahwa menulis adalah passion terbesarnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo meninggalkan komentar..