Keadilan Hilang Bersama Satu Kata


Assalamualaikum. Readers, sebenarnya bukan kapasitas aku untuk membahas kasus ini. Tapi aku merasa terusik ketika keadilan hilang hanya karena satu kata 'pakai' yang dihilangkan.

Aku sudah berkali-kali mendapatkan argumen mengenai "makan pakai sendok",  bahkan ada juga cerita tentang kuda dan Aa Gatot yang intinya menegaskan pentingnya kata 'pakai' disini. Tapi yang dipermasalahkan adalah ayat, bukan sendok.

Percayalah, meskipun kata "dibohongi Al-Maidah" digantikan dengan yang aslinya yaitu "dibohongi pakai Al-Maidah". Reaksi umat Islam yang mendengar pun akan  tetap sama. Anggapan tentang sendok itu malah seakan menyudutkan umat yang menyampaikan ayat sebagai seorang pembohong. Pasti hasilnya akan sama.

Supaya lebih sederhana dan mudah dipahami, mari kita simak flashfiction karya Satria Awan Awan berikut ini..

Suatu hari di sebuah pasar..

Seorang penjual daging babi dengan suara lantang menjajakan dagangannya, "Ayo Ibu, Bapak, mari-mari beli daging babi murah meriah. Sekilo hanya 10 ribu saja! Murah!!!"

Lalu penjual cabai bicara, "Wahai mukminin bapak ibu sekalian semua, mohon dengarkan: daging babi itu haram," dia segera membaca surat Al-Maidah ayat ke-3, ''Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, yang kecuali kamu sempat menyembelihnya."

Penjual daging babi itu pun langsung memperingatkan calon pembelinya, "Bapak, ibu, jangan mau dibohongi pakai Al-Maidah ayat 3!"

Nah, sekarang dari cerita tersebut, pasti readers sudah bisa menangkap perbedaan ayat kitab suci dengan sendok, kuda dan Aa Gatot, bukan?

Jujur aku merasa kasihan dengan Bapak Buni Yani yang jadi bulan-bulanan di jagat maya. Padahal dia hanya menyampaikan kebenaran. Tapi kenapa dia yang harus menderita? Sementara sang penista agama dengan santainya bisa berkeliaran disana-sini.

Apa kita ini benar-benar hidup di era kebebasan informasi?

Apakah keadilan sudah mati? Dan haruskah keadilan itu mati hanya karena satu kata yang tak mengubah apapun? Ya Allah,  terangkanlah hati para penegak hukum dan umatmu yang tersesat.

Amin.

Bryan Suryanto Blogger

Bryan Suryanto lahir di Tulungagung, Jawa Timur, pada tanggal 27 Februari 1995 silam. Ia mengaku sebagai introvert berkepribadian INFP yang suka menggambar dan bercita-cita menjadi komikus tapi selalu gagal. Namun, dari naskah komik yang gagal itulah akhirnya ia menyadari bahwa menulis adalah passion terbesarnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo meninggalkan komentar..