Cerpen: Saving Melody (Part 4)



"Tapi bagaimana cara kita melakukannya?" tanya Ismu. "Bomnya cuma satu pula."

"Secara teori, penyerangan ini mudah kok," ujar Bryan. "Aku butuh satu orang sebagai umpan yang bertugas untuk mengacaukan perhatian Charlie, lalu seorang lagi menyerang dari belakang dan memasukkan bom ke mulutnya ketika Charlie lengah, dan satu orang sisanya bertugas menyelamatkan Ve dan Melody, lalu membawanya pergi sejauh mungkin." 

"Well, rencana ini terdengar meyakinkan," ujar sang driver dengan optimis. "Aku siap menjadi umpannya!"

"Aku siap menjadi penyelamatnya!" timpal Ismu. "Berarti kamu yang menjadi penyerang dari belakangnya, Bry!"

"Eh kampret, kenapa bagian krusial dan susahnya malah jadi tugasku?" protes Bryan. "Dasar kalian curang! Merancang strategi saja sudah susah, tau!"

"Bagaimanapun, ini strategimu. Ya hanya kamu yang bisa menjalankan bagian serunya dengan sempurna." ujar Ismu sambil menepuk punggung Bryan, tapi Bryan segera menampiknya. "Tenang saja, nanti kalau ketemu Melody, aku akan sampaikan salam kamu, Bry." imbuh Ismu, tergelak. Sang driver ikut tertawa, dan akhirnya mereka bertiga tertawa bersama-sama.

***

Sang driver ojek berlari menghampiri Charlie sambil menggenggam erat pisau di kedua tangannya. "Woi, vampir gosong," pancing sang driver. "Payah kamu. Beraninya hanya bertarung sama perempuan. Sini hadapi saya!"

Charlie tertawa terbahak-bahak mendengar tantangan sang driver. "Kamu ini sudah bosan hidup atau apa?" ujar Charlie dengan nada yang merendahkan. "Kalau kau mau mati, kau tidak perlu buang tenaga untuk bertarung. Karena tuan Charlie akan memberkatimu dengan kematian tanpa rasa sakit."

"Cih! Hanya Tuhan yang berhak menentukan kematian seseorang. Sekarang, tutup mulut bau amismu itu!" seru sang driver. Ia berlari menyerang Charlie, tapi beruntung Charlie hanya ingin bermain-main saat ini. Charlie membiarkan sang driver menyerangnya, karena ia bisa menepisnya dengan mudah, bahkan ia dapat menepisnya sambil tertawa terbahak-bahak.

"Boleh juga kemampuan bertarungmu," puji Charlie. "Aku, tuan Charlie yang baik hati, akan menjadikanmu sebagai pengikutku bila kau ingin. Kau akan menjadi bagian dari new world order yang aku rencanakan."

"Tidak akan!!" bentak sang driver. Ia menyerang Charlie dengan semakin menggila, tapi Charlie masih bisa menepisnya, bahkan sambil menguap.

"Ah, aku bosan bermain denganmu," kata Charlie. Ia segera mencengkeram leher sang driver. "Ini akibatnya bila kau menentangku sang penguasa dunia baru!"

Bryan diam-diam berlari di belakang Charlie untuk melakukan serangan diam-diam. Ketika sudah sangat dekat dengan Charlie, Bryan melompat untuk menungganginya. Tapi dengan satu kibasan sayap, Charlie dapat melukai Bryan dan menjatuhkannya. Charlie merasa murka karena serangan tiba-tiba ini, dia membanting sang driver ke tanah, lalu mencengkram leher Bryan dan mengangkatnya keatas.

Meski kesakitan, sang driver segera bangkit dan melompat ke punggung Charlie untuk menungganginya. Charlie meronta-ronta untuk menjatuhkan sang driver dari punggungnya, tapi gagal karena pegangannya sangat erat sekali. Sang driver mencari-cari dimana mulut Charlie dengan merabanya. Namun, bukannya menemukan mulut, ia malah menemukan mata. Tanpa ragu, sang driver mencolok kedua mata merah menyala milik Charlie. 

"Aargh!" Charlie berteriak kesakitan.

"Mas Bry, cepat bangun dan lakukan sekarang!" perintah sang driver.

Bryan bersusah payah bangun dari tanah, tubuhnya serasa remuk. Ia segera berlari dan berusaha memasukkan bom itu ke mulut Charlie. Namun, sebelum itu terjadi, Charlie menendang Bryan hingga terpental beberapa meter kebelakang, dan bomnya terlempar entah kemana.

Colokkan jari sang driver di mata Charlie semakin lama semakin dalam, dan ia pun semakin menggila. Ia melebarkan sayap dan terbang berputar-putar tidak karuan di angkasa untuk menjatuhkan sang driver dari punggungnya. Tapi lagi-lagi, sang driver berpegangan beritu erat pada kepalanya. 

Sementara itu, Ismu diam-diam menghampiri altar kematian untuk memeriksa keadaan Ve yang terluka parah karena siksaan Charlie. Mata Ve berkedip dengan lemahnya, ia merintih kesakitan karena tubuhnya dipenuhi luka. Seragam ninjanya sudah compang-camping tidak karuan dan berubah warna karena darah.

Air mata Ismu terurai ketika ia berusaha membantu Ve untuk bangkit, ia tak tahan mendengar oshinya merintih kesakitan. "Ayo ikut aku, kak. Aku akan menuntunmu." kata Ismu. "Bryan dan mas driver ojek itu pasti bisa membereskan Charlie."

"Melody.." kata Ve lemah. Ia merangkulkan tangan ke pundak Ismu, dan segera berdiri.

"Ya, jangan khawatir," kata Ismu. "Kita akan memeriksanya, kak."

Tak lama kemudian, Ismu dan Ve menghampiri Melody. Ve melepas tangannya yang merangkul Ismu, lalu dengan terpincang-pincang ia mendekati sahabatnya yang terkulai lemah tak berdaya di altar kematian. Ada beberapa sebuah luka bekas gigitan di leher Melody, dan kulitnya pun tampak sangat pucat, mungkin karena darahnya terlalu banyak dihisap. Ve menempelkan telingannya di dada Melody untuk memeriksa detak jantungnya. "Dia masih hidup!" seru Ve. "Tapi racun dari gigitan Charlie tampaknya mulai menyebar. Aku akan menyegelnya agar penyebarannya tidak semakin meluas."

"Ah, jangan!" larang Ismu. "Tenagamu belum pulih, kak!"

"Hanya ini satu-satunya hal yang dapat aku lakukan untuk menyelamatkannya!" bentak Ve. "Jangan coba-coba menghalangiku, Ismu!" tegas Veranda. Tanpa mempedulikan apapun yang akan dikatakan Ismu, ia memulai ritual penyegelan luka gigitan vampir. Ia membuka sebuah gulungan, dan membaca mantera. Huruf-huruf di gulungan itu terbang, keluar dari kertas, lalu bersatu di udara dan berubah menjadi sebuah lingkaran. Ve menyentuh lingkaran itu, dan mendorongnya hingga menempel di luka Melody. Luka pun berhasil disegel. Tapi segera setelah itu Ve jatuh pingsan. Ismu pun menjadi panik.

Ditempat pertarungan. Bryan dan sang driver masih sibuk menjinakkan Charlie. Setelah cukup lama menghabiskan waktu dengan meraba-raba tanah, Bryan akhirnya telah menemukan bomnya yang hilang. Ketika Charlie terbang agak rendah, Bryan segera melemparkan bomnya kepada sang driver. Setelah menangkap bom itu, sang driver menjejalkan bom tersebut ke mulut Charlie. Tak semudah yang ia kira karena Charlie terus mengatupkan mulut dan menahan bom itu—agar tak sampai masuk—dengan giginya.

Sang driver tidak menyerah, dia mencolok lagi mata Charlie yang sudah buta karena colokkan sebelumnya. Ketika mulut Charlie terbuka karena kesakitan, sang driver menekan kuat-kuat bom itu agar masuk ke mulut sang vampir tampan itu. Sebelum benar-benar masuk kemulut, sang driver menekan tombol untuk mengaktifkannya dan kemudian mendorongnya agar masuk. Sialnya, sebelum mulutnya dibungkam, vampir itu meludahkan bom yang sudah aktif itu.

Bryan merasa panik melihat jatuhnya bom itu. "Bom itu akan meledak dalam 30 detik. Sialan, itu satu-satunya bom yang ditinggalkan Ve." gumam Bryan. Namun, Bryan jauh lebih panik lagi ketika bom itu ternyata akan jatuh didekat sahabatnya. Sontak saja Bryan berteriak, "ISMU AWAS!!!"

Ismu sempat terkejut sekaligus kebingungan, namun ia segera menyadari ada bom jatuh tak jauh dari tempatnya yang akan menghabisinya serta Ve dan Melody. Tanpa berfikir panjang lebar, ia menyundul bom itu dengan harapan agar bomnya kembali keatas dan mengenai Charlie.

"Ya ampun Ismu. Apa yang kamu lakukan!" seru Ve yang sudah siuman, ketika melihat sundulan Ismu justru melenceng jauh dan bomnya kini mengarah ke Bryan.

Bryan kaget dan panik setengah mati. "GUOBLOG!! KENAPA DISUNDUL KE AKU?!?!" serunya memaki Ismu. Tapi bagaimanapun juga itu adalah bom aktif dengan ledakan yang cukup untuk menghancurkan sebuah kuil. Pilihan Bryan saat itu hanya menepisnya, atau mencari tempat paling aman untuk berlindung. Namun ketika melihat bom melayang kearahnya, tiba-tiba sosok Samsul Arif sang striker Persib Bandung terbayang dibenaknya. Bryan langsung berinisiatif menendang bom itu dengan tendangan cannonball ala pesepakbola idolanya. "Terimalah ini, bangsat!" Dues! Bom itu melesat ke arah Charlie. "Kau akan membayarnya, Ismu!"

Sang driver menangkap bom itu, menjejalkannya ke mulut Charlie, dan membungkam mulut itu dengan kedua tangannya, sekuat tenaga. 3 .. 2 .. 1 .. Buum! Bom itu meledak didalam mulut Charlie, sehingga tubuh vampir itu menggembung, semakin lama semakin besar. Sebelum tubuh Charlie meledak, tak peduli seberapa tinggi dia di udara, sang driver melompat kebawah untuk menyelamatkan diri. Setelah itu tubuh Charlie meledak bagaikan kembang api di udara.

"Tidak!!" seru Bryan dan Ismu serta Ve. Bryan dan Ismu segera berlari untuk memeriksa keadaan sang driver. Untungnya sang driver ojek itu jatuh di semak-semak yang cukup rimbun, sehingga dia baik-baik saja.

Ketika Bryan dan Ismu kembali bersama sang driver. Ve memeluk mereka bertiga dan berterimakasih karena telah menyelamatkan Melody dan mengalahkan Charlie. "Kalian benar-benar hebat!" puji Ve sambil menangis terharu. Ve memandang Bryan. "Ismu bilang kamu yang buat strategi ya? Strategimu brilian! Ide-idemu juga banyak membantu sejak awal penyelamatan ini. Terimakasih banyak." pujinya.

"Terimakasih kembali." ucap Bryan sambil tersenyum malu.

Ve memandang sang driver. "Kamu adalah driver ojek paling berani. Kamu rela bertaruh nyawa demi penumpangmu. Aksimu melawan Charlie tadi luar biasa berani, dan aku salut. Terimakasih ya!" puji Ve. "Mulai sekarang, kamu akan kujadikan driver ojek langgananku. Oke?"

"Baik, kak. Terimakasih." jawab sang driver dengan mata berbinar-binar. "Tapi setidaknya jangan membawaku bertempur dengan vampir ya." imbuhnya, membuat semuanya tertawa.

Ve memandang Ismu. "Ismu, kamu juga hebat. Kamu bertarung tanpa kenal lelah. Aksimu menyetir ugal-ugalan tadi, itu benar-benar keren. Meskipun aku marah, aku sebenarnya sangat berterimakasih untuk itu. Kita jadi bisa lebih cepat mengejar mobil Charlie, daripada misalnya aku naik taksi dengan supir normal. Hehe."

"Sama-sama, kak," kata Ismu. "Ngomong-ngomong, Kak Veranda mau nggak berpacaran denganku? Aku kan sudah menyelamatkan kakak dengan mempertaruhkan nyawa."

"Kepedean kamu, bro!" ejek Bryan. Ia dan sang driver kompak tertawa terpingkal-pingkal, sampai akhirnya mereka terdiam karena Ismu menekuk wajahnya.

Jawaban Ve adalah.. "Ogah," Hati Ismu hancur seketika. Ve mencoba menghiburnya dengan berdalih, "Maaf, kita berteman saja ya, Ismu?" kata Ve. "Aku bakal senang punya teman sehebat kamu."

Ismu tidak menyerah. "Maaf kak, temanku sudah banyak. Lebih baik kita pacaran deh." paksanya.

Ve menggeleng kepala sambil tersenyum. "Maaf Ismu, pacarku juga sudah banyak," jawab Ve, bercanda.

"Sukurin!" ejek Bryan lagi. Ia dan sang driver tertawa sampai terguling-guling di tanah.

Ismu tahu Ve bercanda, tapi tetap saja hatinya sakit, apalagi kedua temannya terus mengejeknya. Namun rasa sakit itu tidaklah berlangsung lama karena Veranda tiba-tiba mengecup pipinya. Bryan dan sang driver melotot dan merasa iri, tapi ya memang itulah tipnya Ismu.Sampai akhirnya, setelah lebih dari 10 detik, Veranda melepaskan kecupannya. 

"Tip kamu sudah lunas ya, Ismu." ucapnya lembut. Tapi Ismu malah diam membeku seperti patung. Mungkin karena jantungnya skip beat karena tip impiannya ini telah dibayar lunas oleh Ve.

"Tip kami bagaimana, kak?" tanya Bryan dan sang driver.

Ve mendengus sebal. "Tip kalian belakangan saja," ujar Ve. "Melodynya kan juga belum siuman, dan kita masih di hutan, mana bisa membeli Alienware disini."

Tak lama kemudian, Melody bangun dari ketidaksadarannya. Ia berkali-kali menguap karena kekurangan oksigen dalam darah. Ve dan teman-temannya segera menghampiri Melody. "Kamu sudah sadar, Mel?" tanya Ve lalu memeluknya.

"Ya, tapi masih pusing dan entah kenapa aku mengantuk sekali." kata Melody. "Eh, kenapa aku bisa sampai disini?"

"Charlie telah sukses menghisap darahmu, itu dia kenapa kamu terus mengantuk." kata Ve menjelaskan. "Charlie hampir saja berhasil menumbalkan kamu di altar kematian ini. Tapi untungnya ada mereka," Ve memperkenalkan ketiga temannya. Bryan langsung merapikan bajunya dan berlaga sok keren. "Mereka bekerja sama mengalahkan Charlie. Sungguh memalukan bagiku yang seorang jounin, aku begitu emosi dan dengan mudah dikalahkan Charlie."

"Sudah, tidak apa-apa. Terimakasih sudah menyelamatkanku, Ve. Itu lebih dari cukup." ujar Melody seraya mengusap punggung Ve. Tak lupa, Melody kemudian berterimakasih kepada ketiga teman Ve. Melody memandang semua orang disana dan menitikkan air mata. "Maaf," katanya sambil mengusap air mata. "Hanya karena aku seorang kalian harus bertaruh nyawa. Sepertinya aku tak henti-hentinya merepotkan orang lain, terutama kamu Ve." ujar Melody sambil memeluk Veranda. "Bahkan kalian bertiga yang tidak perlu membahayakan diri pun harus terlibat untuk menyelamatkanku. Itu sungguh hebat, tapi juga sekaligus membuatku merasa bersalah."

"Demi oshi kami, itu tidak masalah," ujar Bryan, Ismu mengangguk menyetujuinya.

"Demi penumpang juga," timpal sang driver ojek.

"TERIMAKASIH!" seru Melody kepada semuanya. Tangis Melody pun pecah, air matanya mengalir deras. 

***

Melody dan Ve sudah agak pulih. Bryan dan kawan-kawannya juga sudah tidak kelelahan lagi. Mereka pun akhirnya pulang bersama, keluar dari hutan. Ismu merasa kegirangan karena Veranda memintanya untuk menuntunnya. Sementara Melody sibuk mengobrol dengan sang driver, Bryan sengaja berjalan disamping Ve. "Kak.." bisik Bryan sambil menyikut Ve. "Kakak nggak lupa kan?"

Ve mendengus sebal. "Ya ampun kamu ini—Baiklah," ujarnya sambil menggelengkan kepala. Ve meminta Ismu menuntunnya ke Melody, setelah itu ia berbisik-bisik kepada sahabatnya. 
Bryan mencuri-curi pandang, mengawasi ekspresi Melody. Oshinya tidak tampak keberatan atau jijik, dan lain sebagainya. Melody hanya tersenyum biasa, dan senyuman itu sedikit melegakan Bryan.

Melody menoleh. "Bryan, sini.." panggilnya dengan lembut. Ketika Bryan sudah sampai, Melody bertanya. "Kamu mau dicium sama aku?"

Pertanyaan itu membuat Bryan salah tingkah. "Eh, anu, kalau kakak keberatan, tidak usah saja." jawabnya sambil menggaruk kepala.

"Halah," Ismu balas mengejek Bryan. "Bilang saja mau, Bry."

Melody terkikik. "Aku tidak keberatan kok, aku mau mencium pahlawanku." ujar Melody. Bryan tidak pernah tahu bahwa ada kata seindah itu dalam bahasa Indonesia. Melody merangkul Bryan dan mencium pipinya, bahkan lebih dari sekali.

"Kak," Ismu bertanya kepada Ve. "Bryan sudah diberi tahu soal Melody belum?"

"Aduh," jawab Ve. "Aku lupa memberitahunya. Semoga saja dia tidak kaget."

Melody semakin gila, dia menarik bahu Bryan agar mereka berhadapan. "Mau aku cium di bibir?" Semua orang terkejut, dan Ismu merasa iri. Tapi tidak dengan Bryan, dia malah ketakutan, terutama ketika Melody berkata 'mau aku cium', karena Bryan melihat sepasang gigi taring mengkilat dibalik bibirnya.

Bryan mulai merasakan keringat dingin karena ketakutan. "Eh, kayaknya aku nggak usah dicium lagi kak," tolaknya.

"Ayolah," Melody memaksa. Ia memeluk Bryan erat-erat, hingga dagunya menempel ditengkuknya.

"TIDAAK!" Bryan mendorong kedua pundak Melody agar ia dilepaskan.

"Ayolah pahlawanku, kau pantas mendapatkannya." Melody, menggenggam erat pergelangan tangan kanan Bryan.

"JANGAN MENDEKAT!" seru Bryan. "Aku tidak mau dicium vampir!" lanjutnya, kemudian ia segera berlari sejauh mungkin menghindari oshinya. 

Semua orang tertawa, kecuali Melody yang keheranan. Melody menghampiri Ve. "Bryan kenapa sih?" tanyanya.

Ve masih terkikik bersama Ismu. "Kamu kan habis digigit Charlie," kata Ve menjelaskan. "Racun Charlie mengubahmu menjadi vampir, tapi penyebarannya belum sempurna. Jadi kamu masih manusia, tapi gigi taringmu menjadi lebih panjang. Jangan khawatir, hokage bisa menyembuhkannya."

"Yaah, pantas saja," keluh Melody. "Padahal aku tidak bermaksud menghisap darahnya." lanjutnya seraya tertawa.

Setelah itu mereka berpisah di pinggir hutan. Ve dan Melody bertolak ke rumah sakit. Sang driver ojek pulang dengan motornya yang sudah compang-camping, tapi setidaknya dia menggenggam uang tunai untuk membeli Alienware impiannya. Sementara itu Bryan dan Ismu pulang dengan menaiki angkutan umum.

TAMAT

Tapi ada bonus part. Mau baca?

Bryan Suryanto Blogger

Bryan Suryanto lahir di Tulungagung, Jawa Timur, pada tanggal 27 Februari 1995 silam. Ia mengaku sebagai introvert berkepribadian INFP yang suka menggambar dan bercita-cita menjadi komikus tapi selalu gagal. Namun, dari naskah komik yang gagal itulah akhirnya ia menyadari bahwa menulis adalah passion terbesarnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo meninggalkan komentar..